Senin, 4 Oktober 2010, saat pulang sekolah aku dipanggil guru bahasa Indonesiaku. Sesuatu yang tidak biasa. Katanya aku diberi kepercayaan untuk mewakili SMP TNH mengikuti lomba baca puisi tingkat Kota Mojokerto. Aku sendiri tidak mengira akan dipilih, tapi sebelum itu aku memang pernah juara dalam perlombaan baca puisi se-SMP TNH dan aku mendapat juara I. Rasanya senang sekali bisa mendapat juara I meskipun hanya tingkat SMP TNH.
Mendapat kepercayaan itu, rasanya senang dan bangga. Tapi... bagaimana dengan lawan-lawan yang sangat baik? Apa aku bisa? hmm.. Tapi aku sangat pede bahwa aku bisa dan baca puisi itu hal yang sangat kecil dan gampang. Setelah pulang, aku segera menceritakn kepada mamaku agar aku bisa menghadapi persoalan ini. Setelah mamaku mengetahui semuanya, Mama bilang “Lebih baik kamu ke guru yang pakarnya baca puisi aja.” Hmm, tapi aku berpikiran lain dengan mamaku. Dalam pikiranku, “Ngapain coba ke pakar yang bisa baca puisi, aku sudah bisa kok, kan gampang!”
Setelah melalui berbagai pertimbangan, akhirnya aku datang ke rumah guru yang telah terkenal sebagai pakarnya baca puisi yang kebetulan tetanggaku ditemani kedua ortuku. Tapi sayang, ketika aku ke sana ternyata orangnya tidak berada di rumah. Akhirnya aku pulang dengan jalan kaki bersama mama dan papaku. Rasanya kecewa banget, tapi apa boleh buat? Kita pulang dengan tangan kosong.
Pada kesempatan lain aku bersama mamaku datang lagi ke tempat pakar tersebut. Akhirnya untuk kesempatan kedua ini aku bertemu dengan guru tersebut. Pak Hanibal namanya. Ketika aku bertemu dengan Pak Han aku di jelaskan betapa sulitnya membaca puisi. Huh... jadi nggak yakin kalau aku mampu, apalagi guruku yang bernama Pak Jaka mengatakan bahwa cara membacaku masih terlihat membaca puisi gaya lama dan menurut pak Jaka aku sulit untuk mengubah pembacaan itu.
Perkataan Pak Jaka tersebut justru memotivasi aku. Dalam benakku aku berkata, “Aku harus bisa!!” “Aku harus bisa mengubah semua yang ada dalam diriku.”. Sesuatu yang yang sangat memaksaku tuk bisa dan terus bisa akhirnya aku belajar membaca puisi dengan P.Han, setelah hari hariku belajar bersama P.Han tibalah waktunya tuk tunjukkan membaca yang benar kepada P.Jaka. Sesuatu yang terucap dalam P.Jaka adalah “saya tak berfikir bahwa kamu bisa merubah kebiasaan membaca puisi lama ”hmm.. akhirnya... sekian lama ku belajar membaca puisi ternyata membuahkan hasil.
Hari yang ditunggu-tunggu pun akhirnya datang juga, tapi sebelum aku berada di SMA 2 aku di beritau kalau bisa aku di suruh sholat Tahajut agar segala sesuatu bisa tercapai, aku bersama mamaku pukul 03.00 pada tanggal 28 Oktober aku sholat Tahajut dan aku meminta “Tuhan, Lancarkan hariku ketika aku sedang membaca puisi Tuhan, aku tahu Tuhan, Tuhan pasti ada didekatku.. Tuhan aku minta pertolongan-Mu.” itulah yang ku minta pada Tuhanku..
Akhirnya..jam menunjukkan pukul 08.00 waktunya aku bertaruh dan akhirnya nomor 11 dipanggil tuk mementaskan aksiku, dan aku pun segera maju dan menampilkan aksiku. Aku membaca puisi yang berjudul “AKU TERHARU” buah karya ROESDI ZAKI. Setelah aku selesai membaca puisi nampaknya banyak yang lihai dan keren dalam membacakan puisinya tersebut tapi aku heran, kenapa orang-orang nggak ada yang membacakan “AKU TERHARU” yah??? padahal bagus, sesuai dengan kenyataan yang ada.
Lama sekali aku menunggu untuk mendengarkan pembacaan pengumuman pemenang. Setelah menunggu kurang lebih selama tiga jam, pengumuman pun dibacakan. Pembacaan pengumuman dimulai dari juara harapan 3. Bukan nomorku, juga bukan namaku.
Sampai juara III namaku tidak disebutkan. Justru seorang siswi dari SMP N 2 yang bernama Rininta yang menjadi Juara III. Aku berpikir, “Masih ada tiga kemungkinan lagi yaitu Juara I, Juara II atau tidak sama sekali. Dag dig duk getaran jantungku. Aku bayangkan, kalau diukur pakai seismograf tentu akan menimbulkan coretan-coretan panjang seperti di pos pengamatan Merapi.
“Juara kedua, dengan perolehan nilai enam ratus tujuh puluh lima jatuh pada nomor undian …..... SEBELAS.” “Atas nama Herdiana Indawati dari SMP TNH.” Seolah sebuah bendungan baru saja jebol. Lega rasanya. Akhirnya aku menjadi juara II. Sesuatu yang sangat mengejutkan dan sangat membanggakan bahwa aku bisa mengalahkan 29 lawan.
Aku menengok ke belakang. Rupanya kedua guruku juga sudah berada di belakangku. Sedari tadi beliau tidak ikut menunggu pengumuman karena harus mengikuti musyawarah guru di SMP N1. Mereka kemudian memberi selamat kepadaku. “Selamat ya Diana,” begitu kata Pak Blass juga Pak Jaka. “Tapi sanyang, nggak bisa juara I Pak,” keluhku. “Nggak apa-apa. Sudah bagus. Persiapannya kan singkat sekali.” Ini adalah pertama kalinya aku memperoleh juara untuk baca puisi di tingkat Kota Mojokerto. (Diana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar