Setiap malam, aku kesulitan untuk tidur. Selalu ada suara bising dan aroma tak sedap mengitari rumahku. Meskipun rumahku selalu dibersihkan dan ditutup rapat, tetap saja tak terjadi perubahan. Hal inilah yang membuatku untuk segera pergi dari sini. Tapi mau bagaimana lagi, ini satu-satunya tempatku untuk berteduh. Aku selalu berpikir untuk pindah rumah, tapi setelah aku membuka dompet, mungkin butuh puluhan bahkan ratusan tahun untuk bisa pindah rumah. Maklum saja, aku ini seorang pengangguran yang malas. Untuk kebutuhan makan, air, dan listrik saja dibayarin sama teman. Untuk membalasnya aku harus menjadi kuli penggangkut gabah di selepnya, dan mendapat bayaran Rp10.000,00 per harinya. Setiap hari aku meminta uang tambahan karena mengangkut sekarung gabah itu berat. Masa mengangkut karung seberat itu cuma dikasih gaji Rp.10.000,00. Tapi ia menolaknya karena semua kebutuhan hidupku ditanggung olehnya. Ia juga mengancam tidak akan membiayai kebutuhanku lagi dan memecatku. Aku pun pasrah dan menerima uang itu. Aku harus terus bekerja agar dapat membeli rumah baru yang jauh dari rel kerete api dan tempat pembuangan sampah.
Suatu hari, aku bertemu dengan seorang perempuan yang sedang mengirim gabah bersama ayahnya. Ia sangat cantik, bekulit putih, dan tinggi. Sudah 6 bulan ini, perempuan itu ikut mengirim gabah dengan ayahnya. Aku penasaran dan ingin tahu namanya. Aku pun mendekatinya dan berkenalan dengannya. "Hai, gue Randy. Nama loe siapa?" tanyaku. Baru saja ia mau menjawab ayahnya datang begitu saja dan berkata, "Kamu gangguin anak saya ya? Mau saya laporin polisi kamu?". "Huh, kayak petir aja, langsung nyamber tiba-tiba." benakku. "Nggak kok pak, saya cuma mau kenalan sama anak bapak aja." jawabku. Si perempuan itu langsung mengajak ayahnya masuk ke truk dan memberikanku sebuah kertas. Setelah mereka pergi, aku membuka kertas itu, dan isinya adalah beberapa pertanyaan. Seperti, :
1. Hai, nama gue Audy, nama loe siapa?
2. Loe tinggal dimana? Gue boleh kerumah loe gak?
3.Maafin perilaku ayahku tadi ya. Ayahku begitu soalnya ada suatu kejadian yang membuat beliau trauma. Jadi maafin ya. Besok aku ke selep, jam 09.00.
Jangan lupa dibalas, aku tunggu balasanmu. Salam manis Audy.
Jantungku langsung berdebar-debar setelah selesai membaca surat itu. Aku langsung pergi ke toko buku dan membeli kertas yang bagus untuk menjawab surat dari Audy. Setelah pulang dari toko buku, aku terus memikirkan kejadian apa yang membuat ayah Audy trauma sampai segitunya. Aku jadi makin penasaran. Sesampainya dirumah, aku langsung membuat surat balasan dan menambahkan beberapa pertanyaan. 'Ya ampun!!" teriakku. Aku bangun kesiangan dan sekarang ini sudah jam 08.30. Padahal berjalanan kesana itu membutuhkan waktu 35 menit. Aku pun langsung loncat dari tempat tidur. Kemudian menganbil handuk dan pergi mandi. Setelah selesai, aku langsung mencari angkutan umum. Memang sangat sulit mencari angkutan umum di sekitar rumahku, jarang sekali ada angkutan umum lewat. Untung saja ada rekan kerjaku yang kebetulan lewat. Aku mencegatnya dan minta izin nebeng dengannya.
Sesampainya disana, aku dimarahi oleh Audy. Memang pantas aku dimarahi, kami berdua janji bertemu jam 09.00, tapi aku malah datang jam 09.30. "Maaf ya, aku tadi kesiangan." ucapku. "Ya, tapi lain kali jangan diulang lagi." jawab Audy. "Siap!" ucapku. Aku langsung memberi surat balasanku lalu berpisah dengannya karena aku harus bekerja.
Sesampainya disana, aku dimarahi oleh Audy. Memang pantas aku dimarahi, kami berdua janji bertemu jam 09.00, tapi aku malah datang jam 09.30. "Maaf ya, aku tadi kesiangan." ucapku. "Ya, tapi lain kali jangan diulang lagi." jawab Audy. "Siap!" ucapku. Aku langsung memberi surat balasanku lalu berpisah dengannya karena aku harus bekerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar