Kamis, 14 April 2011

KISAH HATIKU

November, 29

Teringat kembali di pikiranku, kata- katamu dulu,

“Aku tak butuh pengecut sepertimu.”

Ucapanmu sontak menghentikan waktuku. Tatapanmu dingin kala itu. Dan yang lebih parah lagi tatapan itu kau tujukan untukku.

Sekarang, aku bersimpuh di dekat nisanmu. Menangisimu walau kau tak tahu.

************************

Januari, 13

Sekarang hari ulang tahunmu, kan? Aku masih ingat. Meski kau sudah tak ada lagi, aku akan merayakannya. Sendiri, di depan pusaramu. Aku berjalan ke sana. Langkah demi langkah kujalani tanpa sadar. Beberapa menit berlalu baru aku sadar aku telah berada di makammu. Menatap nisanmu membuat aku amat sedih. Rasanya seperti aku ditusuk – tusuk dari segala arah. Itu membuatku hancur. Rasanya, aku tak sanggup. Pandanganku menggelap dan …..

**************************

“Benarkah? Aku pingsan di sini?” tanyaku.

“Iya. Kalau saat itu, aku tidak berziarah ke makam Ayahku juga, kau pasti tak ditemukan.” ujarnya.

“Oh, baiklah. Terima kasih.”

“Sama – sama. Oh ya, kenalkan aku Dania.”

“Aku Reyhan.”

Ia pun berlalu secepat kedatangannya. Aku bergegas berdiri dan berlari pulang. Pikiranku kosong. Tibalah aku di rumahku, dan kutemukan rumahku tak lagi di sana. Aku termangu. Rumahku lenyap. Lantas, di mana ibuku, Ayahku, dan adik kecilku? Seseorang menghampiriku.

“Reyhan?”

“Iya. Siapa ya?”

“Ini Dania. Masa kamu lupa?”

“Oh, ya, benar. Ini rumah siapa, ya?” ujarku sembari menunjuk tempat yang dulunya rumahku.

“Tentu saja rumahku. Kamu mau mampir? Ayo, masuk.”

“Oke.”

Tiba – tiba saja, badanku bergoyang dan pandanganku memburam.Dania berteriak panik dan hilang dari pandanganku.

***************************


“Rey? Kamu enggak apa – apa, Nak?”

Itu suara.... Ibuku? Apa Ibu sudah kembali? Di mana aku? Kubuka mataku dan tampak raut cemas Ibuku memenuhi layar pandangku. Bagaimana mungkin, rumahku lenyap dan dalam sekejap kembali lagi? Apa aku sudah mulai gila?

“Rey?” tanya Ibuku lagi.

“Enggak apa – apa, Bu. Aku baik – baik aja.”

************************


Juli, 13

Aku tengah bertanding basket, olahraga kesukaanku. Aku mengoperkan bola ke temanku dan ia mengkonversinya menjadi dua poin untuk timku. Sorakan teman – temanku menggemuruh. Aku bagai melayang dan mataku bersinar – sinar. Lalu, kegelapan menelanku.

***********************


Aku membuka mata. Aku ada di makam Dania, mantan pacarku yang meninggal karena kecelakaan lalu lintas tanggal 28 November lalu. Aku kebingungan. Bukankah tadi aku berada di lapangan basket? Berjuang untuk kemenangan timku? Lantas, mengapa aku tiba – tiba berada di sini?

Aku berpaling dan melihat..... Itu kan Dania? Ia menghampiriku dan berkata,

“Ikut aku, yuk. Ada yang mau kubicarakan.”

Bertentangan dengan akal sehatku, aku menjawab, “Oke.”.

Ia mengajakku ke taman kecil di dekat sana. Ia berkata,

“Indah, bukan tempat ini? Aku selalu berharap bisa mengajakmu ke sini. Ini tempat favoritku sejak kecil.”

“Indah sekali. Tapi, apa tujuanmu mengajakku ke sini?”

“Aku hanya ingin menunjukkan taman ini padamu. Itu keinginanku sampai aku meninggal dunia karena kecelakan itu.”

“Itukah sebabnya, kau membuatku pingsan saat hari ulang tahunmu?”

“Bukan, Reyhan. Itu bukan aku. Dan saat inipun bukan aku yang menyebabkan kamu berada di sini.” ujarnya sambil tersenyum sedih.

“Lalu siapa yang membuatku seperti ini?”

“Itu semua perbuatanmu, Reyhan. Alam bawah sadarmu telah menciptakan ilusi ini karena terlalu cintanya kau padaku. Ini semua bukan ulahku. Dan sebentar lagi setelah kau tahu ini kau takkan mengalami ini lagi. Selamat tinggal, Reyhan.”

Tunggu....!!!!, batinku berteriak tapi tak satu kata pun mampu kuucap. Dania mulai mengabur dan taman itu juga, berganti dengan wajah – wajah cemas temanku.

“Rey, kamu enggak apa – apa?”

“Oh, aku baik – baik aja. Emang apa yang terjadi sama aku?”

“Kamu tiba – tiba ambruk seperti orang kesakitan. Dan kau baru sadar sekarang.”

Oh, jadi kata – kata Dania tadi benar? Aku yang menyebabkan diriku seperti ini karena terlalu mencintainya? Is that true?

Tiba – tiba sesosok manusia melintas di belakang teman – temanku. Itu adalah Dania. Ia tersenyum padaku. Aku mengucek – ngucek mataku. Dania pun lenyap tak berbekas. Aku tak tahu apa itu ilusiku lagi atau bukan, tapi aku berjanji aku harus mulai bisa melupakan Dania dan membuka hatiku untuk orang lain. (by Rani 8a)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar