Sore
itu, aku sedang bermain bersama teman-temanku di kompleks perumahan
kami. Saat tengah asyik bermain, tanpa sengaja aku melihat sesosok
anak perempuan yang kira-kira masih seumuran denganku. Gadis kecil
itu mengenakan celana pendek merah jambu dengan flat shoes merah, dan
kaos yang warnanya senada. Hmmm, seketika itu juga, aku teringat akan
sosok sobat kecilku dulu, Ayu. Dia berjalan ke arahku. Kukira ia akan
menghampiriku, ternyata tidak. Ia berbelok ke arah supermarket di
kanan jalan. Sebenarnya aku ingin menunggu sampai gadis itu keluar
dari supermarket, namun adikku si cerewet sudah keburu menelepon dan
menyuruhku pulang. Akhirnya kubatalkan niatku itu, dan segera
mengayuh sepedaku menuju rumah.
Pagi
harinya, aku berangkat ke sekolah bersama adikku, Shania. Setelah
mengantar adikku sampai di depan pintu gerbang sekolahnya, aku segera
menuju ke sekolahku. Sekola h sudah cukup ramai, dan akupun masuk ke
kelasku. Elina belum menampakkan diri, aku berniat menunggunya.
Sampai sepuluh menit kemudian, ia tak kunjung datang. Segera kuambil
handphone kesayanganku, dan meneleponnya. Namun tak ada jawaban. Aku
segera keluar dari kelas dan berjalan terburu-buru ke pintu gerbang.
Kutunggu beberapa menit, Elina tak kunjung menampakkan batang
hidungnya. Aku kembali menuju kelasku yang tenteram dan nyaman. Pukul
06.45, yaa bel masuk sudah berdering. Elina belum juga datang. Aku
hanya berpikir bahwa ia terlambat. Sampai jam istirahat, ia belum
menampakkan diri di sekolah. “Hmmm, mungkin ia sakit,” pikirku.
Sepulang
sekolah, aku kembali meneleponnya. Dan kali ini, ia menjawab
teleponku. Rupanya benar dugaanku, ia sakit. Elina sakit demam. Aku
berniat mengunjunginya, namun ia menolak. “Kamu jangan mampir ke
rumah, besok aku udah bisa sekolah kok, sampai ketemu besok ya, Nad,”
ucapnya. Akupun menuruti permintaannya. Sesampainya di rumah, aku
kembali teringat sosok gadis kecil yang kemarin tanpa sengaja bertemu
denganku di taman. Pikiranku melayang jauh, “Apakah itu Ayu??”
Namun aku tak mampu menjawabnya. Sebenarnya aku bermaksud untuk
menceritakannya pada Elina, namun karena ia sedang sakit, maka
kuurungkan niatku itu.
Seminggu
telah berlalu sejak hari dimana Elina tidak masuk sekolah. Namun
sampai seminggu itu juga, Elina belum menampakkan diri sekolah sama
sekali. Dan aku juga kehilangan komunikasi dengannya. Aku sudah
mengujungi rumahnya, namun menurut tetangga di sekitar rumah Elina,
rumah itu sudah kosong sejak seminggu yang lalu. Itu artinya sejak
hari pertama Elina tidak masuk sekolah. Aku merasa kesal sekali
padanya.
Sebulan
berlalu, dan belakangan ini, aku baru tahu bahwa Elina pindah
sekolah. Aku makin kesal padanya. Aku merasa sudah tidak dianggap
sebagai sahabat lagi. Suatu siang, sepulang sekolah, sebuah nomor
telepon yang belum ada dalam phonebook handphoneku menelepon. Di
ujung sana, terdengar suara yang tak asing lagi bagiku. “Halo
Nadia. Ini aku,” ucap penelepon itu. “Ini dengan siapa ya?”
tanyaku. “Heyy, kamu sudah lupa sama akuuu?” jawabnya. “Aku
Elina,” lanjutnya. Segera kuakhiri percakapan itu. Kekesalanku yang
sudah mulai hilang, kembali muncul.
Akhir-akhir
ini, aku jadi sering marah. Yaaa, sepertinya emosiku tak dapat
dikendalikan. Mamaku menjadi semakin heran. Dua bulan setelah
kepergian Elina, sebuah surat datang. Mamaku yang menerimanya. Dan
ternyata, itu surat dari Elina. Ia bercerita di dalam surat itu. Hmm,
aku baru tau dari surat itu, Elina menderita sebuah penyakit, dan
harus menjalani pengobatan selama beberapa bulan secara intensif.
Sehingga ia harus meninggalkan bangku sekolah untuk sementara waktu.
Aku merasa malu, sekaligus menyesal. Tanpa terasa, aku sudah menangis
dalam pelukan mama.
Satu
tanda tanya besar tentang Elina sudah terjawab. Tinggal satu tanda
tanya tentang Ayu dan tentang gadis kecil yang pernah kutemui. Selama
beberapa kali, aku sering berkirim surat dengan Elina. Aku
menceritakan sosok gadis kecil itu dan Ayu. Dari surat-suratku
bersama Elina, mungkin aku sudah hampir bertemu titik terang tentang
gadis itu. Elina mengaku, ia memiliki seorang sepupu yang
ciri-cirinya seperti gadis yang kutemui. Elina juga mengirim foto
sepupunya itu. Dan ternyata, gadis itu adalah sepupu Elina. Ketika
kutanya namanya, yaaaa, namanya adalah Ayu. Dan nama lengkapnya juga
sama dengan sobatku Ayu. Akhirnya, aku memiliki kesempatan untuk
berkirim surat dengan gadis itu. Dannnn, benar!!!! gadis itu adalah
sobat lamaku yang sudah lama tak kutemui.
Sehari
setelahnya, aku harus menerima kenyataan pahit bahwa Elina telah
meninggalkanku untuk selamanya. Yaa, ia telah tiada. Selamat tinggal
Elina :”)
Junezarra^^